BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Takmir Masjid
adalah sekumpulan orang yang mempunyai kewajiban memakmurkan masjid. Takmir
masjid sebenarnya telah bermakna kepengurusan masjid, namun tidak salah bila
kita menyebut “Pengurus Takmir Masjid”. Firman Allah : “Sesungguhnya
orang-orang yang memakmurkan masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat dan tidak
takut kecuali hanya kepada Allah. Karena itu semoga mereka termasuk orang-orang
yang mendapat hidayah“. (QS. At-Taubah : 18).
Pada
kenyataannya beberapa masjid ada yang kotor, dan tidak terawat sama sekali,
dari segi luar maupun dalam dan ada juga yang menggunakan kata kata Takmir
Masjid sebagai omzet atau saham untuk mengais rezeki.
Maka dari itulah kami mencoba untuk meneliti
lebih detail, masalah apa yang sebenarnya terjadi pada takmir masjid.
Dari sinilah peneliti mengambil judul “ Optimalisasi Kinerja Kepengurusan Takmir Masjid Al Munir di Desa
Kemirigede Kecamatan Kesamben “
B.
Rumusan Masalah
Pada penelitian
kali ini, rumusan masalah yang bisa dikemukakan adalah:
1.
Apa
penyebab Masjid terlihat kurang efektif?
2.
Apa
yang menjadi penyebab warga sekitar kurang memperhatikan masjid?
C.
Tujuan Penelitian
Dari rumusan
masalah masalah diatas bisa diketahui tujuan penelian adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
penyebab Masjid tak terawat
2.
Mengetahui
penyebab warga kurang memperhatikan masjid
3.
Bisa
memberikan solusi kepada warga mengenai keaktifan masjid dalam sebuah
peribadatan.
D.
Kegunaan Penelitian
Dalam
penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat kepada beberapa pihak yang
berkaitan secara langsung maupun tidak langsung terhadap masalah yang diteliti,
diantaranya:
Ø Bagi warga tentunya bisa merenungkan tentang suatu masjid.
Ø Bagi pemerintah akan lebih mudah memberikan suatu kegiatan yang
dibutuhkan, dalam lingkungan masjid.
Ø Bagi peneliti, bisa menambah wawasan serta berfikir adil dan
bijaksana dalam memberikan suatu saran, dan tindakan.
Ø Bagi para pembaca, memupuk rasa peduli terhadap kepengurusan masjid
yang kurang mendapat perhatian dari masyarakat.
E.
Metode Penelitian
v Jenis Penelitian
Penelitian ini
adalah Participatory Action Research
(PAR) yaitu PAR Pada awalnya dikembangkan oleh seorang psikolog bernama Kurt
Lewin di awal hingga pertengahan 1900an. Freire kemudian mengembangkan PAR
sebagai kritik atas model pendidikan tradisional dimana guru berdiri di depan
dan memberikan informasi ke murid sebagai penerima pasif. PAR ini
juga merupakan kritikan terhadap penelitian yang lazimnya dilakukan oleh
universitas maupun pemerintah dimana para ahli datang ke komunitas dan
mempelajari subjek penelitian kemudian pergi membawa data untuk ditulis dalam
laporan maupun tulisan.[1]
Participatory
Action Research (PAR) adalah metode riset yang dilaksanakan secara partisipatif
di antara warga masyarakat dalam suatu komunitas aras bawah yang semangatnya
untuk mendorong terjadinya aksi-aksi transformatif melakukan pembebasan
masyarakat dari belenggu ideologi dan relasi kekuasan (perubahan kondisi hidup
yang lebih baik). Dengan demikian, sesuai istilahnya PAR memiliki tiga pilar
utama, yakni metodologi riset, dimensi aksi, dan dimensi partisipasi. Artinya,
PAR dilaksanakan dengan mengacu metodologi riset tertentu, harus bertujuan
untuk mendorong aksi transformatif, dan harus melibatkan sebanyak mungkin
masyarakat warga atau anggota komunitas sebagai pelaksana PAR-nya sendiri.[2]
v Lokasi Penelitian
Masjid Al Munir
Desa Kemirigede Kecamatan Kesamben
v Sumber Data
Dalam penelitian kali ini peneliti
mendapat sumber data dari 2 sumber yaitu:
1.
Sumber
Data Primer
Data ini kami peroleh melalui wawancara
dengan beberapa warga yang termasuk anggota pengurus dan narasumbernya yaitu Bpk Supandi dimana beliau adalah Ketua
Ta’mir sekaligus pelopor Remaja Masjid (Remas), dan masyarakat sekitar yang
kami anggap tua (sesepuh). Dan bukan melalui wawancara, kami mendapatkan
informasi tersebut. Kami juga melakukan observasi dengan cara ikut serta dalam
kegiatan mengajar di madin dan sholat berjamaah di lokasi tersebut.
2.
Sumber
Data Skunder
Data ini kami peroleh melalui analisis
data yang sudah kami peroleh dari berbagai pihak yang bersangkutan dengan
Masjid Al Munir tersebut.
v Tekhnik Analisis
Analysis is
process of resolving data into its constituent component to reveal its
characteristic elements and structure.[3]
Analisa data berasal dari gabungan dari dua buah kata yaitu “analisis” dan
“data”. Analisis merupakan evaluasi dari sebuah situasi dari sebuah
permasalahan yang dibahas, termasuk didalamnya peninjauan dari berbagai aspek
dan sudut pandang, sehingga tidak jarang ditemui permasalah besar dapat dibagi
menjadi komponen yang lebih kecil sehingga dapat diteliti dan ditangani lebih
mudah, sedangkan data adalah fakta atau bagian dari fakta yang mengandung arti
yang dihubungkan dengan kenyataan, simbol-simbol, gambar-gambar, kata-kata,
angka-angka atau huruf-huruf yang menunjukkan suatu ide, obyek, kondisi atau
situasi dan lain-lain.[4]
Analisis data adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan
data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun
ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.[5]
Data
bermuatan kualitatif disebut juga dengan data lunak. Data semacam ini diperoleh
melalui penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, atau penilaian
kualitatif. Keberadaan data bermuatan kualitatif adalah catatan lapangan yang
berupa catatan atau rekaman kata-kata, kalimat, atau paragraf yang diperoleh
dari wawancara menggunakan pertanyaan terbuka, observasi partisipatoris, atau
pemaknaan peneliti terhadap dokumen atau peninggalan. Untuk memperoleh arti
dari data semacam ini melalui interpretasi data, digunakan teknik analisis data
kualitatif.[6]
v
Tahap Penelitian
Pengumpulan Data Kegiatan ini harus didasarkan pada pedoman
yang sudah dipersiapkan dalam rancangan penelitian. Data yang dikumpulkan
melalui kegiatan penelitian dijadikan dasar dalam menguji hipotesis yang
diajukan.
Analisis Data Pengolahan data atau analisis ini dilakukan
setelah data terkumpul semua yang kemudian dianalisis, dan dihipotesis yang
diajukan diuji kebenarannya melalui analisis tersebut.
v
Sistematika Pembahasan
Bab I Pendahuluan berisi :
ü Latar Belakang
ü Rumusan Masalah
ü Tujuan Penelitian
ü Kegunaan
ü Metode Penelitian
ü Sistematika Pembahasan
Bab II Kajian
Teori
ü Menjelaskan tentang apakah yang dinamakan takmir
ü Menjelaskan apa itu masjid
ü Apa fungsi dari masjid itu sendiri
Bab III
Paparan Data
ü Menjelaskan profil dari obyek pembahasan
ü Menjelaskan problematika yang ada di daerah tersebut
ü Mengutarakan bentuk wawancara dan observasi yang dilakukan tim
peneliti dengan narasumber.
BAB IV Analisa Kasus/Permasalahan
ü Mencocokkan antara permasalahan dari masjid Al Munir dengan
kajian teori yang ada pada BAB II
ü Suatu analisis masjid Al Munir, dipetakkan atau di samakan
dengan rumusan masalah
BAB V Penutup
ü Kesimpulan dari uraian tersebut di atas
ü Rekomendasi dari peneliti
BAB I
KAJIAN TEORI
A.
Pengertian Takmir
Takmir
Masjid adalah sekumpulan orang yang mempunyai kewajiban memakmurkan masjid.
Takmir masjid sebenarnya telah bermakna kepengurusan masjid, namun tidak salah
bila kita menyebut “Pengurus Takmir Masjid”. Firman Allah : “Sesungguhnya
orang-orang yang memakmurkan masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat dan tidak
takut kecuali hanya kepada Allah. Karena itu semoga mereka termasuk orang-orang
yang mendapat hidayah“. (QS. At-Taubah : 18).
Berikut
kami sampaikan beberapa hal yang dapat dijadikan bahan renungan para Takmir di
dalam melaksanakan tugas ketakmirannya.[7] Struktur
takmir masjid LTM NU adalah harus terdapat ketua, wakil ketua, bendahara,
sekretaris, idarah, imarah, dan riayah, Idarah membawahi
bidang administrasi dan organisasi.Imarah membawahi bidang pendidikan,
dakwah, ibadah, dan kesehatan. Dan riayah membawahi bidang pembangunan,
perlengkapan, dan usaha.
Takmir
masjid harus benar-benar memahami 3 bidang utama, yakni:
a.
Bidang
idarah, yang meliputi pengorganisasian, perencanaan kegiatan,
administrasi, keuangan, dan lain-lain.
b.
Bidang
imarah, yang meliputi kegiatan ibadah, khotib jum’at, muadzin, imam
shalat roawatib, kajian-kajian ilmiah, TPQ, madrasah diniyah, Peringatan Hari
Besar Islam (PHBI), khitanan, akad nikah, dan lain-lain.
c.
Bidang
riayah, yang meliputi pemeliharaan lingkungan, keadaan bangunan,
pengadaan sarana dan prasarana, pemagaran, dan fasilitas-fasilitas yang
diperlukan.
B.
Pengertian Masjid
Masjid adalah rumah Allah yang yang
ditempatkan di bumi. Masjid Sebagai Tempat
Ibadah Sebagai tempat ibadah umat Islam, bangunan masjid haruslah memungkinkan
seorang melaksanakan ibadah (mahdhoh) dengan tenang. Sarana yang menunjang
kearah itu haruslah diwujudkan sedemikian rupa. Memang pada awalnya sebuah
masjid hanyalah suatu tempat yang dinyatakan sebagai tempat ibadah. Dengan itu
maka berfungsilah masjid dengan segala konsekuensinya. Sebagai tempat ibadah,
maka masjid harus memberi nuansa kekhusukan disamping kesucian dan kebersihan
lingkungan merupakan sesuatu yang mutlak harus diupayakan. Masjid Sebagai Pusat
Pembinaan Umat Mengacu pada prinsip ajaran Islam tentang keterpaduan anatara
ibadah mahdhoh dengan ibadah sosial (ijtimaiyah), maka masjid haruslah
memancarkan cahaya yang menyinari lingkungan dan jamaahnya.[8]
Dan barang siapa yang mencondongkan hati atau memperbanyak dzikir di dalam
masjid Allah S.W.T senantiasa menutupi dia di hari kiamat nanti.
Disamping itu, karena masjid
merupakan tempat ibadah sekaligus rumah Allah yang berada di Bumi, mak tentulah
ada beberapa adab atau peraturan nya, di antaranya :
a.
Masuk
dengan kaki kanan dahulu
b.
Berdoa
atau mengucapkan salam
Meskipun di dalam masjid tidak ada
orang sama sekali, tetap di sarankan untuk mengucapkan salam, karena dalam
sebuah keterangan mengutarakan bahwasanya di dalam masjid ada sekelompok jin
dan malaikat.
c.
Berniat
i’tikaf
Mendekatkan diri kepada Allah
semata, tanpa memikirkan apapun yang berbau dunia.
d.
Tidak
boleh membicarakan dunia di dalam masjid
Dalam kitab taisirul kholaq hal
20-21 juga di terangkan, barang siapa yang membicarakan dunia di dalam
masjid, maka boleh bagi orang yang mendengarkan itu mendoakan jelek. Contoh “ eh
budi, denger denger kamu mau jual ayam ? kamu jual berapa ?” maka boleh
hukumnya mendoakan “semoga ayam kamu tidak laku di jual, atau semoga hasil
penjualan kamu tidak berkah atau rugi.
e.
Sholat
2 rokaat
Yaitu sholat
yang dilaksanakan dalam rangka untuk menghormati masjid.
f.
Jika
menghendaki keluar dari masjid berdoa dan mendahulukan kaki kiri.
a)
Sejarah Masjid
Sejarah
berdirinya masjid berawal dari hijrahnya
Nabi Muhammad SAW di Madinah. Masyarakat Madinah yang dikenal berwatak
lebih halus lebih bisa menerima syiar Nabi Muhammad SAW. Mereka dengan antusias
mengirim utusan sambil mengutarakan ketulusan hasrat mereka agar Rasullulah
pindah ke
Madinah.
Kaum kafir
Makkah mendengar kabar bahwa Nabi akan berhijrah di Madinah dan mereka akan
mengepung rumah Nabi Muhammad SAW. Tetapi usaha mereka gagal total berkat
pertimbangan Allah SWT. Nabi keluar rumah dengan meninggalkan Ali bin Abi
Thalib, kemudian beliau mengisi tempat tidur beliau.
Pada saat itu,
para pengepung tertidur dengan nyenyak. Setelah terbangun, mereka menemukan
sasaran yang diincar tidak lagi berada di tempat. Pengejaran yang dilakukan
kaum kafir Makkah sia-sia. Dengan mengambil rute jalan yang tidak biasa diselingi
persembunyian di sebuah gua, Nabi sampai di desa Quba yang terletak di sebelah
barat Laut Yatsrib, kota yang dibelakang hari berganti nama menjadi “Madinatur
rosul”, “kota Nabi”, atau “Madinah”.
Di desa itu
Nabi Muhammad SAW beristirahat selama empat hari. Dalam tempo pendek itulah
Nabi membangun masjid bersama para sahabat beliau dari Makkah yang sudah
menunggu disana. Ali bin Abi Thalib yang datang menyusul Nabi ikut mengangkat
dan meletakkan batu, sehingga tampak sekali keletihan pada wajah beliau.
Jerih payah
Nabi dan para sahabat menghasilkan sebuah masjid yang
sangat
sederhana yang disebut Masjid Quba. Bangunan Masjid Quba terdiri dari pelepah
kurma, berbentuk persegi empat, dengan enam serambi yang bertiang.
Masjid pertama
dalam sosialisasi Islam itu hanya sekedar tempat untuk bersujud. Sejarah
mencatat, Masjid Quba berdiri pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama
Hijriyah. Keberadaan 23 masjid ini merupakan tonggak kokoh syiar keislaman periode awal (Ayub, 2007: 2-3).
Pendidikan kaum
Muslim berpusat di masjid-masjid. Masjid Quba juga merupakan masid pertama yang
dijadikan Rasullulah SAW sebagai institusi pendidikan.
Di dalam
masjid, Nabi Muhammad SAW mengajar dan memberi khutbah dalam bentuk halaqah
dimana para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melakukan
Tanya jawab berkaitan urusan agama dan kehidupan sehari-hari (M. Syafii
Antonio, 2007: 185).
Di masjid Quba
pula Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat shalat berjama`ah dan
menyelenggarakan shalat jumat yang pertama kali. Selanjutnya Nabi membangun
masjid lain di tengah kota Madinah, yakni Masjid Nabawi yang kemudian menjadi
pusat aktifitas Nabi dan pusat kendali seluruh masalah umat muslimin.
Di antara pusat
masjid yang dijadikan pusat penyebaran ilmu dan pengetahuan adalah Masjidil
Haram, Masjid Kuffah, dan Masjid Basrah.
b)
Pengelolaan Masjid
Mengelola
masjid pada zaman sekarang ini memerlukan
ilmu dan ketrampilan manajemen.
Pengurus masjid harus mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Metode/pendekatan,
perencanaan, strategi, dan model evaluasi yang dipergunakan dalam manajemen modern
merupakan alat bantu yang juga diperlukan dalam manajemen masjid modern. Sebab
bukan saatnya lagi pengurus mengandalkan sistem pengelolaan tradisional yang
tanpa perencanaan, tanpa pembagian
tugas, tanpa laporan pertanggung jawaban keuangan, dan sebagainya.
Untuk membentuk
kepengurusan yang baik, diperlukan organisasi dan manajemen yang tangguh serta
didukung Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, baik kualitas iman, ilmu,
maupun amal shalihnnya. Guna mewujudkan semua itu, langkah-langkah konsolidasi
dan perbaikan perlu dikedepankan. Termasuk didalamnya, upaya perkaderan anggota
yang lebih terstruktur dan terarah, bukan berlangsung apa adanya atau terjadi
dengan sendirinya. Menurut Drs. EK Imam Munawir, organisasi adalah merupakan
kerjasama diantara beberapa orang untuk mencapai suatu tujuan dengan mengadakan
pembagian dan peraturan kerja secara efektif dan efisien. Didukung juga dengan
adanya remaja masjid. Remaja masjid disini merupakan wadah kerja sama yang
dilakukan oleh dua orang remaja atau lebih yang memiliki keterkaitan
dengan masjid
untuk mencapai tujuan bersama.
Remaja muslim
disekitar masjid adalah sumber daya manusia pendukung organisasi yang sangat
potensial. Penyatuan mereka dalam suatu wadah terorganisir dimaksudkan untuk
mempersatukan segenap potensi, persepsi, dan ukhuwah. Mereka bisa diolah kembangkan potensi dan
kemampuannya untuk menjadi penggerak
aktivitas dalam mencapai tujuan. Mereka adalah pendukung organisasi yang sangat
menentukan keberhasilan dalam perjuangan menegakkan dakwah Islamiyah di
lingkungan masjid tersebut (Siswanto, 2005:52-54).
Untuk itu perlu
adanya sebuah takmir masjid dengan
system manajemen yang baik dalam mengelola dan memakmurkan masjid, agar bisa
meningkatkan kualitas pendidikan Islam anggotanya.
c)
Fungsi Masjid
Masjid memiliki fungsi dan peran
yang dominan dalam kehidupan umat Islam, beberapa di antaranya adalah:
ü Sebagai tempat beribadah
Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya
adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah
di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan
untuk memperoleh ridla Allah, maka fungsi Masjid disamping sebagai tempat
shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.
ü
Sebagai
tempat menuntut ilmu
Masjid berfungsi sebagai tempat
untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ‘ain bagi
umat Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial,
humaniora, keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.
ü
Sebagai
tempat pembinaan jama’ah
Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir
mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang
terkoordinir secara rapi dalam organisasi Ta’mir Masjid dibina keimanan,
ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan da’wah islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi
basis umat Islam yang kokoh.
ü
Sebagai
pusat da’wah dan kebudayaan Islam
Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk
menyebarluaskan da’wah islamiyah dan budaya islami. Di Masjid pula
direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan da’wah dan
kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid,
berperan sebagai sentra aktivitas da’wah dan kebudayaan.
ü
Sebagai
pusat kaderisasi umat
Sebagai tempat pembinaan jama’ah dan
kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam
secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu
pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih
kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman Pendidikan Al Quraan (TPA),
Remaja Masjid maupun Ta’mir Masjid beserta kegiatannya.
ü
Sebagai
basis Kebangkitan Umat Islam
Abad ke-lima belas Hijriyah ini
telah dicanangkan umat Islam sebagai abad kebangkitan Islam. Umat Islam yang
sekian lama tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban dunia berusaha
untuk bangkit dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam dikaji dan
ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi, politik, budaya,
sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk diaplikasikan dan
dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan dunia ini dengan
nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek kehidupan secara arif
bijaksana digulirkan.
ü
Kegiatan dan pengumpulan dana
Masjid juga menjadi tempat kegiatan
untuk mengumpulkan dana. Masjid juga sering mengadakan bazar, dimana umat
Islam dapat membeli alat-alat ibadah maupun buku-buku Islam. Masjid juga
menjadi tempat untuk akad nikah, seperti tempat ibadah agama lainnya.
Masjid tanah liat di Djenné, Mali, secara tahunan mengadakan festival
untuk merekonstruksi dan membenah ulang masjid[9]
d) Kegiatan- Kegiatan yang Dilaksanakan Takmir Masjid
·
Pengajian Agama (Majelis Ta’lim)
Majelis
ta’lim atau pengajian agama merupakan salah satu sara pendidikan dalam Islam
yang sering pula berbentuk halaqah. Diselenggarakan secara berkala dan teratur
yang bertujuan uutuk membina dan mengembangkan serta mencerahkan kehidupan
(Muliawan, 2005: 161).
·
Taman Pendidikan Al- Qur’an (TPA)
TPA adalah
lembaga pendidikan diluar sekolah yang berfungsi sebagai pengajaran dasar-dasar
pelaksanaan ibadah dalam agama Islam, oleh sebab itu bersifat ilmiah (Muliawan,2005:
160- 161).
·
Kajian Tahsin Al-Qur’an
Program
kajian ini dimaksudkan untuk memperkenalkan al-Qur’an dan bacaannya yang
ditujukan bagi para remaja. Digunakan metode-metode praktis dalam belajar
membaca al-Qur’an. Melalui sistem kajian dialogis dibawah bimbingan Ustadz,
diharapkan peserta dapat membaca al-Qur’an dengan lancar dan benar (tartil) dan
mengerti hukum-hukum tajwidnya (Siswanto, 2005: 295- 298).
e) Fungsi Masjid di Masa Rosulullah
Masjid di masa Rasulullah saw bukan hanya sebagai tempat penyaluran emosi
religius semata ia telah dijadikan pusat aktivitas umat. Hal-hal yg dapat
direkam sejarah tentang fungsi masjid di antaranya.
Ø
Tempat latihan perang.
Rasulullah saw mengizinkan ‘Aisyah
menyaksikan dari belakang beliau orang-orang Habasyah berlatih menggunakan
tombak mereka di Masjid Rasulullah pada hari raya.
Sa’d bin Mu’adz terluka ketika perang Khandaq maka Rasulullah mendirikan
kemah di masjid.
Ø
Tempat tinggal sahabat yang dirawat.
Ø
Tempat menerima tamu.
Ketika utusan kaum Tsaqif datang
kepada Nabi saw beliau menyuruh sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat
perjamuan mereka.
Tsumamah bin Utsalah seorang
tawanan perang dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum
perkaranya diputuskan.
Ø Pengadilan.
Rasulullah menggunakan masjid sebagai tempat penyelesaian perselisihan di
antara para sahabatnya.
Ø Tempat Transit
Selain hal-hal di atas masjid juga merupakan tempat bernaungnya orang asing
musafir dan tunawisma. Di masjid mereka mendapatkan makan minum pakaian dan
kebutuhan lainnya. Di masjid Rasulullah menyediakan pekerjaan bagi penganggur
mengajari yang tidak tahu menolong orang miskin mengajari tentang kesehatan dan
kemasyarakatan menginformasikan perkara yang dibutuhkan umat menerima utusan
suku-suku dan negara-negara menyiapkan tentara dan mengutus para da’i ke
pelosok-pelosok negeri.
Ø Berasaskan Taqwa
Masjid Rasulullah saw adalah masjid yang berasaskan taqwa. Maka jadilah
masjid tersebut sebuah tempat menimba ilmu menyucikan jiwa dan raga. Menjadi
tempat yang memberikan arti tujuan hidup dan cara-cara meraihnya. Menjadi
tempat yang mendahulukan praktek kerja nyata sebelum teori. Sebuah masjid yang
telah mengangkat esensi kemanusiaan manusia sebagai hamba terbaik di muka bumi.
Yang lebih strategis lagi, pada
zaman Rasul, masjid adalah pusat pengem-bangan masyarakat dimana setiap hari
masyarakat berjumpa dan mendengar arahan-arahan dari Rasul tentang berbagai
hal, prinsip- prinsip keberagamaan, tentang sistem masyarakat baru, juga
ayat-ayat Qur'an yang baru turun. Di dalam
masjid pula terjadi interaksi antar pemikiran dan antar karakter manusia. Azan
yang dikumandangkan lima kali sehari sangat efektif mempertemukan masyarakat
dalam membangun kebersamaan.
Bersamaan dengan perkembangan zaman,
terjadi ekses-ekses dimana bisnis dan urusan duniawi lebih dominan dalam
pikiran dibanding ibadah meski di dalam masjid, dan hal ini memberikan
inspirasi kepada Umar bin khattab untuk membangun fasilitas di dekat masjid,
dimana masjid lebih diutamakan untuk hal-hal yang jelas makna ukhrawinya,
sementara untuk berbicara tentang hal-hal yang lebih berdimensi duniawi, Umar
membuat ruang khusus di samping masjid. Itulah asal usulnya sehinga pada masa sejarah Islam klassik (hingga
sekarang), pasar dan sekolahan selalu berada di dekat masjid.
Untuk
mengembalikan dan menunaikan risalah masjid seperti dahulu-kala memang tak
semudah membalikkan telapak tangan. Modal utamanya adalah niat yang ikhlas
karena Allah kesungguhan dalam bekerja kemauan dalam berusaha serta mau
menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari dalam maupun dari luar.
Secara umum Allah telah memberikan beberapa kriteria yang amat mendasar yang
harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya risalah masjid.
Merupakan satu langkah mundur jika kepengurusan masjid diserahkan kepada
orang-orang yang tidak tergolong dalam ayat di atas. Karena itu menggali dan
mengkaji kembali perjalanan sejarah masjid-masjid pada masa Rasulullah dan
generasi pertama umat Islam adalah jalan terbaik untuk merevitalisasi fungsi
masjid. Selanjutnya tidak memilih para pengurus masjid kecuali orang yang
dikenal karena ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Islam.
Ramainya jamaah barometer umum makmurnya sebuah masjid Setiap pengurus
masjid hendaknya memulai dalam mengembalikan fungsi masjid dgn menggalakkan
kegiatan shalat jamaah lima waktu. Hal itu misalnya dengan terlebih dahulu
memahamkan pentingnya shalat berjamaah.
Ibnu Mas’ud berkata “Dan tidaklah seorang laki-laki berwudhu kemudian ia
membaikkan wudhunya lalu menuju ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali
Allah menulis tiap langkah yg ia langkahkan satu kebaikan untuknya dan Allah
meninggikannya satu derajat serta menghapuskan satu keburukannya karenanya. Dan
sesungguhnya kita telah menyaksikan bahwa tidaklah meninggalkan kecuali seorang
munafik yg tampak jelas kemunafikannya. Dan sesungguhnya dahulu ada seorang
laki-laki yg dipapah oleh dua orang kemudian ia diberdirikan di dalam shaf”. Dari
sini lalu dirutinkan kegiatan ta’lim dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya
sehingga lambat laun masjid kembali menjadi pusat pembinaan masyarakat Islam. [12]
Setiap problematika yang mucul perlu diatasi sesuai dengan keadaan dan
kemampuan pengurus dan jemaah masjid. Tentu saja tidak semuanya dapat diatasi,
tetapi niscaya ada yang dapat diatasi dengan baik dengan mendahulukan yang
lebih patut. Problematika yang muncul tidak boleh dibiarkan berlarut sehingga
menimbulkan keadaannya semakin parah dan berat. Diantara cara mengatasi
problematika yang dihadapi masjid adalah sebagai berikut:
1. Musyawarah
Dalam mengatasi problematiak masjid, antara pengurus dan jemaah mesjid
perlu untuk senantiasa melakukan musyawarah. Melalui musyawarah ini
diharapkan berbagai pemikiran dan pendangan dapat dikemukakan dalam rangka
mencari alternatif pemecahan yang baik. Berbagai kegiatan masjid akan berjalan
dengan baik dan lancar apabila dimusyawarahkan dan dilaksanakan secara
bersama-sama.
2. Keterbukaan
Pengurus masjid harus bersifat terbuka dan memiliki keterbukaan. Dengan attitude
begini, mereka memiliki kekuatan untuk menggerakan jamaahnya. Jamaah pun akan
merasa ikhlas menyumbangkan pemikiran, senang turut melaksanakan berbagai
kegiatan, dan terlibat dalam mengatasi problematika masjid.interaksi yang
demikian akan memajukan dan memakmurkan masjid.
3. Kerja sama
Hubungan dan kerjasama ppengurus dengan jamaah sangat diperlukan dalam
mengatasi berbagai problematika masjid. Tanpa kerjasama masalah tetap tinggal
masalah.
BAB III
PAPARAN DATA
A.
Profil Masjid Al Munir
a)
Letak Geografis Masjid Al Munir
Masjid Al Munir bertempat sangat strategis yaitu terletak di desa
Kemirigede tepatnya yaitu sebelah selatan dari SDN Kemirigede 1. Luasnya kurang
lebih 2 ru (8 m2).
Utara masjid terdapat 1 SD, dan Kantor Desa. Dan sebelah selatan masjid,
rumah-rumah warga yang sangat aktif dalam merawat masjid tersebut.
Masjid ini sangat mudah untuk
dijangkau para musafir yang ingin melepas lelah dan melakukan ibadah sholat,
karena letaknya yang tidak jauh dari jalan raya, yang merupakan jalan utama
dari jurusan Doko. Masjid Al Munir juga termasuk salah satu masjid yang
memiliki madrasah diniah yang, memiliki kuranng lebih 25 santri dari berbagai
kalangan. Diantaranya dari tingkat paud, Hingga SMP.
b)
Sejarah Masjid Al Munir
Sejarah singkat dari Masjid Al Munir
ialah sebelum dijadikan masjid, bangunan ini adalah mushola milik Pak Suyitno.
Dan Mushola tersebut dibangun pada tahun 70-an. Dahulu muslim di Kemirigede
masih minim, kurang lebih hanya 20 orang. Itu pun tidak semua terus aktif dalam
kegiatan sholat berjamaah.
Karena
perkembangan di daerah ini sangat pesat akhirnya umat muslim di daerah tersebut
semakin banyak, hingga akhirnya mushola itu tidak mencukupi untuk menampung
warga.
Suatu
saat Bpk Sutaji memiliki inisiatif menjadikan mushola sebagai masjid, akan
tetapi beliau bimbang dalam desa tersebut sudah ada 1 masjid, dan pada dasarnya
dalam satu desa tidak boleh mendirikan 2 masjid. Akhirnya beliau pergi ke rumah
Bpk Mudzofir dimana beliaulah ketua takmir dari sebuah masjid yang bernama
Baitussalam.
Pernah
ada sedikit konflik antara Bpk Mudzofir dan Bpk Sutaji tentang pendirian masjid
Al Munir, akan tetapi konflik tersebut di siasati oleh Bpk Sutaji, dimana
sebelum beliau menemui Bpk Mudzofir (Ketua takmir Baitussallam) Bpk Sutaji
berunding dahulu dengan masyarakat, dimana isi perundingan itu antara lain
ialah menanyakan bahwasanya jika mushola ini di rehab menjadi masjid, apakah
masyarakat setempat tetap melakukan sholat di situ atau tidak. Setelah
dirundingkan, masyarakat setempat mnyetujui adanya rehab mushola menjadi
masjid.
Setelah
beliau mendapatkan keputusan tersebut, Bpk Sutaji pun berkunjung ke rumah Bpk
Mudzofir, bahwasanya masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah masjid Al
Munir menyetujui adanya rehabilitasi
mushola ke masjid dengan alasan, jika melaksanakan sholat jum’at atau sholat maktubah
di masjid Bpk Mudzofir terlalu jauh. Akhirnya beliau Bpk Mudzofir menyetujui
adanya masjid 1 lagi yaitu masjid Al Munir.
Mendengar
keputusan hangat tersebut Bpk Sutaji langsung merehabilitasi mushola menjadi
masjid pada tahun 2002 an. Sedangkan konsumsi di gilir dari rumah warga yang
terdekat dan memintakan sumbangan seikhlasya dari warga-warga lain terutama
warga-warga yang bekerja di Luar Kota.
Setelah
mempunyai beberapa dana yang sekira beliau rasa cukup, akhirnya beliau sedikit
demi sedikit merealisasikannya sampai masjid tersebut bagus seperti ini, akhirnya
Bpk Suyitno pun mewaqafkan Mushola yang sekarang menjadi Masjid Al Munir.
Bukan
hanya itu, karena senangnya Bpk Suyitno menerima bahwasanya musholanya berubah
menjadi masjid, akhirnya beliau juga mewaqofkan sebagian tanahnya untuk parkir
dan halaman masjid.
Dan
baru baru ini, Bpk Sutaji baru saj merealisasikan secukupnya dana untuk
mengkramik bagian dalam masjid. Yang akhirnya masjid tersebat terlihat sangat
aktif dan megah. Bagian luar atau serambi luarnya pun di beri pagar besi
bewarna hitam.
Akhirnya
bagian luar masjid atau serambi digunakan untuk pelaksanaan Madrasah diniah
atai bisa di sebut sekolah sore.
c)
Struktur Kepengurusan
Pelindung : Kepala Desa
Kemirigede
Penasehat : Bpk Sujoko
Ketua : Bpk
Supandi
Wakil : Bpk
Romadlon
Sekretaris : Bpk Widodo
Bendahara I : Bpk Sutaji
Bendahara II : Bpk Syahri
Seksi-seksi
Pendidikan : Bpk Nur
Rohim
Humas : Masyarakat
Perlengkapan : Bpk Sutaji
Kebersihan : Masyarakat
Dakwah : Bpk Imam Supandi
Sosial : Bpk Rianto
d)
Inventaris Masjid
Inventaries Masjid Al Munir, di antaranya
|
No
|
Banyak
|
Bentuk
Inventaris
|
|
1
|
1
|
Plang Struktur
Kepengurusan
|
|
2
|
1
|
Jadwal Sholat
5 Waktu
|
|
3
|
1
|
Jam Dinding
|
|
4
|
1
|
Mimbar
Kuthbah
|
|
5
|
1
|
Toilet
|
|
6
|
1
|
Son Sistem
Lengkap
|
|
7
|
2
|
Satir Pemisah
|
|
8
|
5
|
Bangku Pendek
|
|
9
|
7
|
Mukena
|
|
10
|
7
|
Sajadah
|
e)
Kegiatan Rutin Masjid.
Dalam pelaksanaan kegiatan rutin sholat maktubah berjamaah dan
sholat jum’at, masjid Al Munir memiliki jadwal tersendiri, berikut akan
menjelaskan jadwal imam sholat maktubah :
|
Waktu
|
Isya’
|
Subuh
|
Dluhur
|
Asar
|
Maghrib
|
|
Imam Sholat
|
Bpk Supandi
|
Bpk Supandi
|
Bpk Sutaji
|
Bpk Nur Rohim
|
Bpk Supandi
|
Dan berikut jadwal
Sholat Jum’at :
|
Hari
|
Khotib dan
Imam
|
Muadzin
|
|
Jum’at Legi
|
Bpk Widodo
|
Bpk Didik
|
|
Jum’at Pahing
|
Bpk Nur Rohim
|
Bpk Jaidi
|
|
Jum’at Pon
|
Bpk Moh Supandi
|
Bpk Sugiono
|
|
Jum’at Wage
|
Bpk Romadlon
|
Bpk Suyitno
|
|
Jum’at Kliwon
|
Bpk Sayuri
|
Bpk Mariono
|
B.
Problematika Kasus
Dalam observasi dan wawancara secara garis besar masjid Al Munir
termasuk kategori bangunan baru. Maka dari itu banyak problem yang terjadi
seperti struktur kepengurusan yang ada di masjid Al Munir Kemirigede. Dalam
point bendahara, sekretaris, sarana dan prasarana masih di pegang 1 orang.
Belum ada pembagian tetap dalam struktur organisasi, akan tetapi
kenyataanya struktur secara kasap mata sudah tertata, Cuma pelaksanaanya yang
belum teratur. Mungkin juga karena bangunan ini termasuk yang pertama, oleh
karena itu kurang kesadarannya remaaja masjid sangat kurang.
Perbincangan tim peneliti dengan salah seorang pengurus sebagai
berikut :
Tim : “pak, ngapunten badhe tumut-tumut tangklet struktur masjid
al-munir meniko kados pundi nggeh ?”(pak
maaf mau bertanya struktur masjid ini bagaimana ya?) jawab dari beliau Bpk Sutaji (salah satu
pelopor) : “ yo ngene mas, mergo kene iki masjid termasuk bangunan anyar
dadi pengurus pengurus e yo durung pati mahir, akhire bendahara, sekretaris,
ngopeni lampu-lampu pedot yo aaku mas-mas, lha pie neh. Tur nganu mas, aq ki yo
seng nguprak-nguprak remaja masjid tak kongkoni nandangi opo-opo seng aq ora
iso !”(ya begini sajalah mas, karena masjid ini termasuk masih baru jadi
pengurus-pengurus masih belum memiliki pengalaman. Akhirnya bendahara, sekretaris,
mengganti lampu-lampu yang mati ya saya mas-mas, ya mau bagaimana lagi. Dan
begini lo mas, saya itu juga yang mendidik remaja sini untuk ikut membantu jika
saya ada kesulitan). Dari tim penelitipun juga terus menggali
informasi, tim menanyakan “ lajeng ningali kahanan ingkang kados mekaten,
sikap sak lajengipun dos pundi pak ji ?”(kemudian dari keadaan masjid yang
seperti ini, sikap selanjutnya bagaimana pak ji?) kemudian Bpk Sutaji
menjawab “yooo, ngene ae mas jane umpomo o teko cah kkn enek seng gellem
rabi oleh kene yo kepengurusan iso maleh toto mas !”(yaa, begini saja mas
seumpama dari mahasiswa kkn ada yang mau menikah di sini ya kepengurusannya
bisa tertata!) canda beliau, “ yo nggak ngnu mas guyonn. Yoo, dilakoni aee mas, seng
penting masjid kene wes rame nko lak yo toto dewe, wong jenenge angele babad ki
yo ngene, kabeh urung tau ngurusi masjid. Iki aee, wes nggak sepiro di banding
taon taon seng wingii !”(ya, tidak seperti itu mas bercanda. Yaa, dijalanin
saja mas, memang sulitnya sesuatu yang baru ya seperti ini, semuanya belum
pernah mengenal bagaimana menjadi takmir atau pengurus masjid. Ini saja nggak
seberapa di banding tahun tahun yang lalu!) sahut beliau. Beliau juga
menambahkan “mas, aku ki bien ki ra ngerti opo-opo. Lawongno lo yo diwulang
guru ku ki ndak paham, tapi kunci ku sitok mas, aku iso ndadekne uwong neng
daerah kene. Jarene kae ngelmu sing luweh apik iku ilmu seng hal utowo ngelmu
seng langsung. Nah makakne, aq pinter utowo ora nggak penteng, seng penteng
generasi peneros kku pinter”!(mas, saya itu dulu tidak tau apa-apa. Yang
namanya di beri suatu pelajaran guru saya tidak faham, tapi 1 mas rumusnya,
saya harus bisa menjadikan generasi daerah sini. Katanya, dulu ilmu yang lebih
baik yaitu ilmu yang langsung dari lapangan. Maka dari itu, saya pintar atau
tidak bukan termasuk wajib, yang terpenting generasi penerusku bisa lebih pintar
dari saya).
Jadi permasalahan yang terjadi di masjid Kemirigede ini bukan lain
hanyalah suatu pengalaman. Karena masih bangunan baru, maka mereka masih terasa
asing. Belum tau apa yang harus dilakukan.
Meskipun mengkoordinir semua kepengurusan, beliau tetap
mengikutsertakan remaja masjid untuk ikut dengan beliau, agar kader atau
generasi penerusnya tetap ada. Karena beliau merasakan, bahwasanya masjid dan
sekitarmya akan terus meningkat.
Semangat 45 yang dimiliki pengurus Masjid Al Munir, sangatlah
bagus. Beliau-beliau benar-benar memberi suatu pembelajaran terpenting dalam
mencari kader untuk Takmir yang benar-benar menguasai tentang beberapa hal yang
berkaitan dengan ketakmiran.
BAB IV
ANALISA PERMASALAHAN
Takmir
Masjid adalah sekumpulan orang yang mempunyai kewajiban memakmurkan masjid.
Takmir masjid sebenarnya telah bermakna kepengurusan masjid, namun tidak salah
bila kita menyebut “Pengurus Takmir Masjid”. Firman Allah : “Sesungguhnya
orang-orang yang memakmurkan masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat dan tidak
takut kecuali hanya kepada Allah. Karena itu semoga mereka termasuk orang-orang
yang mendapat hidayah“. (QS. At-Taubah : 18). Berikut kami sampaikan beberapa
hal yang dapat dijadikan bahan renungan para Takmir di dalam melaksanakan tugas
ketakmirannya.[13]
Struktur takmir masjid LTM NU adalah harus terdapat ketua, wakil ketua,
bendahara, sekretaris, idarah, imarah, dan riayah, Idarah membawahi
bidang administrasi dan organisasi.Imarah membawahi bidang pendidikan,
dakwah, ibadah, dan kesehatan. Dan riayah membawahi bidang pembangunan,
perlengkapan, dan usaha.
Dalam
segi kepengurusan masjid Al Munir, sudah sesuai dengan apakah yang dinamakan
takmir. Dalam segi bendahara, sekretris, dan sarana prasarana sudah tertata
dengan baik.
Masjid
Al munir memiliki sarana prasarana yang sudah lumayan lengkap. Di dalamnya
sudah ada waktu sholat, struktur kepengurusan, serta alat pengeras.
Dalam
segi fungsi, masjid Al Munir sudah terlaksana, yaitu digunakan sebagai
Pendidikan Madrasah Diniah atau biasa disebut MADIN. Dengan metode ustmani yang
kental dipakai oleh santri putra dan santri putri Al Munir. Madin ini, sudah
bertahun-tahun berdiri, dan dari tehun ke tahun santrinya bertambah karena
kebersihan dan keasrian masjid Al Munir dijaga oleh masyarakat sekitar.
Cuma
dalam segi kepengurusan masjid Al munir belum tertata rapi, karena beberapa hal
diantaranya masih barunya bangunan ini, akan tetapi sudah bisa dikatakan baik.
Dan
pada setiap Jum’at Kliwon masjid Al Munir juga mendapat gilir untuk acara
pembacaan Sholawat Diba’ setiap jum’at pahing. Hal ini menunjukkan meskipun
struktur kepengurusannya belum tertata, masjid Al Munir bisa menyetarakan
kedudukannya sebagai masjid yang aktif untuk memajukan Kebangkitan islam.
Di
masjid Al Munir juga sebagai pengumpul dana dari jamaah yasin. Jadi, pada saat
ada acara yasinan (membaca surat Yasin dan Tahlil), jika memiliki uang khas
dari acara tersebut uangnya masuk ke masjid Al Munir sebagian, yang nantinya akan
di jadikan untuk pembangunan masjid atau pembenahan sarana dan prasarana yang
kurang memadai.
Dalam
bidang sosialpun bisa terlaksana, yaitu melalui Sholat berjamaah. Akhirnya
masyarakat sekitar bisa saling mengenal satu sama lain melalui partisipasi shalat
maktubah berjama’ah. Tidak hanya sholat maktubah berjamaah yang meningkatkan
sikap saling mengenal, akan tetapi juga jam’iyyah-jam’iyyah lainnya, seperti
yasinan, berjanji, diba’an (pembacaan sholawat diba’), dan pelaksanaan Madrasah
Diniah.
Secara
analisis dapat di petakan bahwasanya masjid Al Munir ini memang memiliki suatu
permasalahan yaitu kurang efektif dikarenakan barunya suatu bangunan. Sedangkan
masalah kurang aktifnya masyarakat sekitar hanyalah sebuah keumuman saja, yaitu
kurangnya pengalaman untuk merawat sebuah bangunan baru. Dan pada akhirnya
nanti, ke nonaktifan masjid Al Munir tidak akan bertahan lama, dan akhirnya
masjid ini akan aktif, sama seperti masjid-masjid aktif lainnya.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada intinya masjid Al Munir, memang
belum terlalu aktif dikarenakan suatu bangunan yang masih sangat baru, dan
kurangnya pengalaman dari masyarakat setempat untuk merawat masjid tersebut.
Meskipun Masjid AL Munir belum
sesempurna mungkin, akan tetapi kegiatan kegiatan yang ada di bawah naungan Al
Munir memperlihatkan bahwasanya masjid tersebut benar-benar berkompetensi
tinggi.
Masyarakat sekitar pun, juga
antusias untuk benar-benar menjaga dan merawat masjid tersebut, agar keasrian,
dan kebersihan masjid demi membangkitkan rasa semangat warga untuk sama-sama
berbondong menuju kemenangan yakni agama islam yang kental.
Termasuk salah satu cara agar masjid
Al munir terlihat sangat ramai adalah kegiatan Madrasah Diniah yang berada di
lokasi tersebut, dimana kegiatan ini dimulai jam 14.35, sampai jam 16.35.
masyarakat setempat juga penuh antusias dengan kegiatan tersebut.
B.
Rekomendasi
v Dalam pemeliharaan (riayah) masjid tidak hanya kecakapan
pengurus tamir masjid yang diperlukan,akan tetapi kelengkapan sarana dan
prasaraa yang memadai ikut andil dalam menyukseskan memakmurkan masjid. Para
tamir masjid harus bisa berperan sebagai pendorong/memotivator para donatur dan
para dermawan untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk memakmurkan masjid
dalam pengadaan sarana dan prasarana, selain itu perlu partisipasi dari
pemerintah desa dalam mengalokasikan sebagian anggaran pendapatan daerah untuk
kegiatan keagamaan agar dimata masyarakat pemerintah desa juga ikut andil dalam
memakmurkan masjid AL Munir
v Sarana dan prasarana yang memadai juga tidak menjamin mendomiasi
kemakmuran masjid tanpa adanya kecakapan pengurus ta’mir dalam mengelola
masjidnya. Harus ada semacam survey/ kunjungan LTM NU (Lembaga Tamir Masjid
Nahdlatul Ulama’) Kab. Blitar ke ranting-ranting
NU seluruh Kecamatan Kesamben untuk mengetahui, membantu menyelesaikan
permasalahan yang timbul di masjid-masjid yang ada dibawah naungannya,
sekaligus memberikan pelatihan, pengkaderan pengurus tamir.
v
Banyak
kegiatan masyarakat dan yang bersifat sosial cenderung sedikit yang diadakan di
masjid-masjid, masjid hanya pusat kegiatan keagamaan saja, untuk mengembalikan
fungsi masjid sebagai mana masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin masih
hidup harus adanya kerja sama diantara semua elemen masyarakat, yaitu
pemerintah, ormas-ormas islam, dan jamaah. Bagaimana kecakapan pengurus tamir
dalam mendaya gunakan potensi masjid yang dikelola sebagai pusat kegiatan keagamaan, sosial
kemasyarakatan dalam mewujudkan izzul islam wal muslimin.
v Dari hasil survei/ kunjungan ke ranting ranting NU akan didapat
data yang akurat masjid mana saja yang belum ikut dalam LTM NU, keikutsertaan
dalam LTM NU sangat penting dalam perjalanan sebuah masjid, agar masyarakat
tahu masjid tersebut diamalkan ajaran yang berlandaskan ajaran ASWAJA atau
tidak. Jadi koordinasi antara pengurus tamir masjid dengan LTM NU sangat
penting.
v Pengurus bisa aktif. Adanya tanggung jawab terhadap tugas yang
telah
diberikan. Semua pengurus takmir diharapkan mempunyai
rasa tanggung
jawab dalam berorganisasi. Misalnya
seorang yang
duduk di seksi
usaha dana siap siaga dalam hal pencarian dana
masjid sehingga
pemasukan kas masjid bisa maksimal.
v Pengurus takmir mengetahui terkait manajemen masjid yang
meliputi
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, evaluasi,
dan
administrasi.
v Pengurus takmir mengetahui tentang fungsi-fungsi masjid yang
ideal.
v Pengurus takmir mengetahui tugas pokok dan fungsinya sebagai
pengurus.
v Takmir bisa mencari pemasukan dana guna operasional kegiatan
masjid.
v Maksimalnya kegiatan ketakmiran, misalnya diadakannya
pengajian dalam rangka Peringatan
Hari Besar Islam (PHBI)
setiap tahunnya.
DAFTAR PUSTAKA
ü Dey Ian, Qualitative Data Analysis, (New York: RNY, 1995),
hlm.
ü Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2010),
ü Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung:
AlfaBeta, 2012), hlm. 89
ü Muhammad E. Ayub,. 2007. Manajemen Masjid. Jakarta: GemaInsani
ü Yani Ahmad, 2009, Panduan Memakmurkan
Masjid, Jakarta : Al qalam.
[1] Pengacara Publik LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa :
Panduan Participatory Action Reseacrh
[2]
http : www.jejaringmudakatolik.web.id
(di akses pada tanggal 24 agustus 2016 jam 00.16)
[3]
Ian
Dey, Qualitative Data Analysis, (New York: RNY, 1995), hlm. 30
[4]Sugiyono, Metode
Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung
: Alfabeta, 2010), hlm. 92
[5]
Sugiyono,
Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: AlfaBeta, 2012), hlm. 89
[6]
http://muflichana.blogspot.co.id/2015/05/makalah-teknik-analisis-data.html
(di akses pada tanggal 24 Agustus 2016 jam 00.30)
[7]
https://kuaimogiri.wordpress.com/2012/01/16/peran-dan-fungsi-takmir-masjid/
[8]
http://bantul.kemenag.go.id/kemenag/artikel-2/121-peran-dan-fungsi-takmir-masjid.html di akses pada tanggal 24 agustus 2016 jam
11.30
[9]
https://islamislami.com/2015/11/27/masjid-tempat-ibadah-umat-muslim/
(Di akses Tanggal 30 september 2016 jam 00.56)
[10] Ahmad Yani, 2009, Panduan
Memakmurkan Masjid, Jakarta : Al qalam. Hlm. 44.
[11] Budiman Mustofa
[12]
http://cikassap.blogspot.co.id/2011/04/makalah-fungsi-dan-peranan-masjid.html
(Diakses pada tanggal 04 september 2016 jam 23.51)
[13]
https://kuaimogiri.wordpress.com/2012/01/16/peran-dan-fungsi-takmir-masjid/
(di Akses pada tanggal 24 agustus 2016 jam 21.00)