Rabu, 07 September 2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Takmir Masjid adalah sekumpulan orang yang mempunyai kewajiban memakmurkan masjid. Takmir masjid sebenarnya telah bermakna kepengurusan masjid, namun tidak salah bila kita menyebut “Pengurus Takmir Masjid”. Firman Allah : “Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat dan  tidak takut kecuali hanya kepada Allah. Karena itu semoga mereka termasuk orang-orang yang mendapat hidayah“. (QS. At-Taubah : 18).
Pada kenyataannya beberapa masjid ada yang kotor, dan tidak terawat sama sekali, dari segi luar maupun dalam dan ada juga yang menggunakan kata kata Takmir Masjid sebagai omzet atau saham untuk mengais rezeki.
Maka dari itulah kami mencoba untuk meneliti lebih detail, masalah apa yang sebenarnya terjadi pada takmir masjid.
Dari sinilah peneliti mengambil judul “ Optimalisasi Kinerja Kepengurusan Takmir Masjid Al Munir di Desa Kemirigede Kecamatan Kesamben
B.     Rumusan Masalah
Pada penelitian kali ini, rumusan masalah yang bisa dikemukakan adalah:
1.      Apa penyebab Masjid terlihat kurang efektif?
2.      Apa yang menjadi penyebab warga sekitar kurang memperhatikan masjid?

C.      Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah masalah diatas bisa diketahui tujuan penelian adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui penyebab Masjid tak terawat
2.      Mengetahui penyebab warga kurang memperhatikan masjid
3.      Bisa memberikan solusi kepada warga mengenai keaktifan masjid dalam sebuah peribadatan.
D.    Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat kepada beberapa pihak yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung terhadap masalah yang diteliti, diantaranya:
Ø  Bagi warga tentunya bisa merenungkan tentang suatu masjid.
Ø  Bagi pemerintah akan lebih mudah memberikan suatu kegiatan yang dibutuhkan, dalam lingkungan masjid.
Ø  Bagi peneliti, bisa menambah wawasan serta berfikir adil dan bijaksana dalam memberikan suatu saran, dan tindakan.
Ø  Bagi para pembaca, memupuk rasa peduli terhadap kepengurusan masjid yang kurang mendapat perhatian dari masyarakat.

E.     Metode Penelitian
v  Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah Participatory Action Research (PAR) yaitu PAR Pada awalnya dikembangkan oleh seorang psikolog bernama Kurt Lewin di awal hingga pertengahan 1900an. Freire kemudian mengembangkan PAR sebagai kritik atas model pendidikan tradisional dimana guru berdiri di depan dan memberikan informasi  ke murid sebagai penerima pasif. PAR ini juga merupakan kritikan terhadap penelitian yang lazimnya dilakukan oleh universitas maupun pemerintah dimana para ahli datang ke komunitas dan mempelajari subjek penelitian kemudian pergi membawa data untuk ditulis dalam laporan maupun tulisan.[1]
Participatory Action Research (PAR) adalah metode riset yang dilaksanakan secara partisipatif di antara warga masyarakat dalam suatu komunitas aras bawah yang semangatnya untuk mendorong terjadinya aksi-aksi transformatif melakukan pembebasan masyarakat dari belenggu ideologi dan relasi kekuasan (perubahan kondisi hidup yang lebih baik). Dengan demikian, sesuai istilahnya PAR memiliki tiga pilar utama, yakni metodologi riset, dimensi aksi, dan dimensi partisipasi. Artinya, PAR dilaksanakan dengan mengacu metodologi riset tertentu, harus bertujuan untuk mendorong aksi transformatif, dan harus melibatkan sebanyak mungkin masyarakat warga atau anggota komunitas sebagai pelaksana PAR-nya sendiri.[2]
v  Lokasi Penelitian
Masjid Al Munir Desa Kemirigede Kecamatan Kesamben

v  Sumber Data
Dalam penelitian kali ini peneliti mendapat sumber data dari 2 sumber yaitu:
1.      Sumber Data Primer
Data ini kami peroleh melalui wawancara dengan beberapa warga yang termasuk anggota pengurus dan narasumbernya  yaitu Bpk Supandi dimana beliau adalah Ketua Ta’mir sekaligus pelopor Remaja Masjid (Remas), dan masyarakat sekitar yang kami anggap tua (sesepuh). Dan bukan melalui wawancara, kami mendapatkan informasi tersebut. Kami juga melakukan observasi dengan cara ikut serta dalam kegiatan mengajar di madin dan sholat berjamaah di lokasi tersebut.
2.      Sumber Data Skunder
Data ini kami peroleh melalui analisis data yang sudah kami peroleh dari berbagai pihak yang bersangkutan dengan Masjid Al Munir tersebut.



v  Tekhnik Analisis
Analysis is process of resolving data into its constituent component to reveal its characteristic elements and structure.[3] Analisa data berasal dari gabungan dari dua buah kata yaitu “analisis” dan “data”. Analisis merupakan evaluasi dari sebuah situasi dari sebuah permasalahan yang dibahas, termasuk didalamnya peninjauan dari berbagai aspek dan sudut pandang, sehingga tidak jarang ditemui permasalah besar dapat dibagi menjadi komponen yang lebih kecil sehingga dapat diteliti dan ditangani lebih mudah, sedangkan data adalah fakta atau bagian dari fakta yang mengandung arti yang dihubungkan dengan kenyataan, simbol-simbol, gambar-gambar, kata-kata, angka-angka atau huruf-huruf yang menunjukkan suatu ide, obyek, kondisi atau situasi dan lain-lain.[4]
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.[5]
Data bermuatan kualitatif disebut juga dengan data lunak. Data semacam ini diperoleh melalui penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, atau penilaian kualitatif. Keberadaan data bermuatan kualitatif adalah catatan lapangan yang berupa catatan atau rekaman kata-kata, kalimat, atau paragraf yang diperoleh dari wawancara menggunakan pertanyaan terbuka, observasi partisipatoris, atau pemaknaan peneliti terhadap dokumen atau peninggalan. Untuk memperoleh arti dari data semacam ini melalui interpretasi data, digunakan teknik analisis data kualitatif.[6]



v  Tahap Penelitian
Pengumpulan Data  Kegiatan ini harus didasarkan pada pedoman yang sudah dipersiapkan dalam rancangan penelitian. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penelitian dijadikan dasar dalam menguji hipotesis yang diajukan.
Analisis Data  Pengolahan data atau analisis ini dilakukan setelah data terkumpul semua yang kemudian dianalisis, dan dihipotesis yang diajukan diuji kebenarannya melalui analisis tersebut.
v  Sistematika Pembahasan
Bab I Pendahuluan berisi :
ü  Latar Belakang
ü  Rumusan Masalah
ü  Tujuan Penelitian
ü  Kegunaan
ü  Metode Penelitian
ü  Sistematika Pembahasan
Bab II Kajian Teori
ü  Menjelaskan tentang apakah yang dinamakan takmir
ü  Menjelaskan apa itu masjid
ü  Apa fungsi dari masjid itu sendiri
Bab III Paparan  Data
ü  Menjelaskan profil dari obyek pembahasan
ü  Menjelaskan problematika yang ada di daerah tersebut
ü  Mengutarakan bentuk wawancara dan observasi yang dilakukan tim peneliti dengan narasumber.
BAB IV Analisa Kasus/Permasalahan
ü  Mencocokkan antara  permasalahan dari masjid Al Munir dengan kajian teori yang ada pada BAB II
ü  Suatu analisis masjid Al Munir, dipetakkan atau di samakan dengan rumusan masalah
BAB V Penutup
ü  Kesimpulan dari uraian tersebut di atas
ü  Rekomendasi dari peneliti



BAB I
KAJIAN TEORI
A.    Pengertian Takmir
Takmir Masjid adalah sekumpulan orang yang mempunyai kewajiban memakmurkan masjid. Takmir masjid sebenarnya telah bermakna kepengurusan masjid, namun tidak salah bila kita menyebut “Pengurus Takmir Masjid”. Firman Allah : “Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat dan  tidak takut kecuali hanya kepada Allah. Karena itu semoga mereka termasuk orang-orang yang mendapat hidayah“. (QS. At-Taubah : 18).
Berikut kami sampaikan beberapa hal yang dapat dijadikan bahan renungan para Takmir di dalam melaksanakan tugas ketakmirannya.[7] Struktur takmir masjid LTM NU adalah harus terdapat ketua, wakil ketua, bendahara, sekretaris, idarah, imarah, dan riayah, Idarah membawahi bidang administrasi dan organisasi.Imarah membawahi bidang pendidikan, dakwah, ibadah, dan kesehatan. Dan riayah membawahi bidang pembangunan, perlengkapan, dan usaha.
Takmir masjid harus benar-benar memahami 3 bidang utama, yakni:
a.       Bidang idarah, yang meliputi pengorganisasian, perencanaan kegiatan, administrasi, keuangan, dan lain-lain.
b.      Bidang imarah, yang meliputi kegiatan ibadah, khotib jum’at, muadzin, imam shalat roawatib, kajian-kajian ilmiah, TPQ, madrasah diniyah, Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), khitanan, akad nikah, dan lain-lain.
c.       Bidang riayah, yang meliputi pemeliharaan lingkungan, keadaan bangunan, pengadaan sarana dan prasarana, pemagaran, dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan.



B.     Pengertian Masjid
Masjid adalah rumah Allah yang yang ditempatkan di bumi. Masjid Sebagai Tempat Ibadah Sebagai tempat ibadah umat Islam, bangunan masjid haruslah memungkinkan seorang melaksanakan ibadah (mahdhoh) dengan tenang. Sarana yang menunjang kearah itu haruslah diwujudkan sedemikian rupa. Memang pada awalnya sebuah masjid hanyalah suatu tempat yang dinyatakan sebagai tempat ibadah. Dengan itu maka berfungsilah masjid dengan segala konsekuensinya. Sebagai tempat ibadah, maka masjid harus memberi nuansa kekhusukan disamping kesucian dan kebersihan lingkungan merupakan sesuatu yang mutlak harus diupayakan. Masjid Sebagai Pusat Pembinaan Umat Mengacu pada prinsip ajaran Islam tentang keterpaduan anatara ibadah mahdhoh dengan ibadah sosial (ijtimaiyah), maka masjid haruslah memancarkan cahaya yang menyinari lingkungan dan jamaahnya.[8] Dan barang siapa yang mencondongkan hati atau memperbanyak dzikir di dalam masjid Allah S.W.T senantiasa menutupi dia di hari kiamat nanti.
Disamping itu, karena masjid merupakan tempat ibadah sekaligus rumah Allah yang berada di Bumi, mak tentulah ada beberapa adab atau peraturan nya, di antaranya :
a.       Masuk dengan kaki kanan dahulu
b.      Berdoa atau mengucapkan salam
Meskipun di dalam masjid tidak ada orang sama sekali, tetap di sarankan untuk mengucapkan salam, karena dalam sebuah keterangan mengutarakan bahwasanya di dalam masjid ada sekelompok jin dan malaikat.

c.       Berniat i’tikaf
Mendekatkan diri kepada Allah semata, tanpa memikirkan apapun yang berbau dunia.


d.      Tidak boleh membicarakan dunia di dalam masjid
Dalam kitab taisirul kholaq hal 20-21 juga di terangkan, barang siapa yang membicarakan dunia di dalam masjid, maka boleh bagi orang yang mendengarkan itu mendoakan jelek. Contoh “ eh budi, denger denger kamu mau jual ayam ? kamu jual berapa ?” maka boleh hukumnya mendoakan “semoga ayam kamu tidak laku di jual, atau semoga hasil penjualan kamu tidak berkah atau rugi.
e.       Sholat 2 rokaat
Yaitu sholat yang dilaksanakan dalam rangka untuk menghormati masjid.
f.       Jika menghendaki keluar dari masjid berdoa dan mendahulukan kaki kiri.
a)      Sejarah Masjid
Sejarah berdirinya masjid berawal dari hijrahnya  Nabi Muhammad SAW di Madinah. Masyarakat Madinah yang dikenal berwatak lebih halus lebih bisa menerima syiar Nabi Muhammad SAW. Mereka dengan antusias mengirim utusan sambil mengutarakan ketulusan hasrat mereka agar Rasullulah pindah ke
Madinah.
Kaum kafir Makkah mendengar kabar bahwa Nabi akan berhijrah di Madinah dan mereka akan mengepung rumah Nabi Muhammad SAW. Tetapi usaha mereka gagal total berkat pertimbangan Allah SWT. Nabi keluar rumah dengan meninggalkan Ali bin Abi Thalib, kemudian beliau mengisi tempat tidur beliau.
Pada saat itu, para pengepung tertidur dengan nyenyak. Setelah terbangun, mereka menemukan sasaran yang diincar tidak lagi berada di tempat. Pengejaran yang dilakukan kaum kafir Makkah sia-sia. Dengan mengambil rute  jalan yang tidak biasa diselingi persembunyian di sebuah gua, Nabi sampai di desa Quba yang terletak di sebelah barat Laut Yatsrib, kota yang dibelakang hari berganti nama menjadi “Madinatur rosul”, “kota Nabi”, atau “Madinah”.
Di desa itu Nabi Muhammad SAW beristirahat selama empat hari. Dalam tempo pendek itulah Nabi membangun masjid bersama para sahabat beliau dari Makkah yang sudah menunggu disana. Ali bin Abi Thalib yang datang menyusul Nabi ikut mengangkat dan meletakkan batu, sehingga tampak sekali keletihan pada wajah beliau.
Jerih payah Nabi dan para sahabat menghasilkan sebuah masjid yang
sangat sederhana yang disebut Masjid Quba. Bangunan Masjid Quba terdiri dari pelepah kurma, berbentuk persegi empat, dengan enam serambi yang bertiang.
Masjid pertama dalam sosialisasi Islam itu hanya sekedar tempat untuk bersujud. Sejarah mencatat, Masjid Quba berdiri pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama Hijriyah. Keberadaan 23 masjid ini merupakan tonggak kokoh syiar  keislaman periode awal (Ayub, 2007: 2-3).
Pendidikan kaum Muslim berpusat di masjid-masjid. Masjid Quba juga merupakan masid pertama yang dijadikan Rasullulah SAW sebagai institusi pendidikan.
Di dalam masjid, Nabi Muhammad SAW mengajar dan memberi khutbah dalam bentuk halaqah dimana para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melakukan Tanya jawab berkaitan urusan agama dan kehidupan sehari-hari (M. Syafii Antonio, 2007: 185).
Di masjid Quba pula Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat shalat berjama`ah dan menyelenggarakan shalat jumat yang pertama kali. Selanjutnya Nabi membangun masjid lain di tengah kota Madinah, yakni Masjid Nabawi yang kemudian menjadi pusat aktifitas Nabi dan pusat kendali seluruh masalah       umat muslimin.
Di antara pusat masjid yang dijadikan pusat penyebaran ilmu dan pengetahuan adalah Masjidil Haram, Masjid Kuffah, dan Masjid Basrah.


b)     Pengelolaan Masjid
Mengelola masjid pada zaman sekarang ini memerlukan  ilmu dan ketrampilan manajemen.  Pengurus masjid harus mampu  menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Metode/pendekatan, perencanaan, strategi, dan model evaluasi yang dipergunakan dalam manajemen modern merupakan alat bantu yang juga diperlukan dalam manajemen masjid modern. Sebab bukan saatnya lagi pengurus mengandalkan sistem pengelolaan tradisional yang tanpa perencanaan,  tanpa pembagian tugas, tanpa laporan pertanggung jawaban keuangan, dan sebagainya.
Untuk membentuk kepengurusan yang baik, diperlukan organisasi dan manajemen yang tangguh serta didukung Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, baik kualitas iman, ilmu, maupun amal shalihnnya. Guna mewujudkan semua itu, langkah-langkah konsolidasi dan perbaikan perlu dikedepankan. Termasuk didalamnya, upaya perkaderan anggota yang lebih terstruktur dan terarah, bukan berlangsung apa adanya atau terjadi dengan sendirinya. Menurut Drs. EK Imam Munawir, organisasi adalah merupakan kerjasama diantara beberapa orang untuk mencapai suatu tujuan dengan mengadakan pembagian dan peraturan kerja secara efektif dan efisien. Didukung juga dengan adanya remaja masjid. Remaja masjid disini merupakan wadah kerja sama yang dilakukan oleh dua orang remaja atau lebih yang memiliki keterkaitan
dengan masjid untuk mencapai tujuan bersama.
Remaja muslim disekitar masjid adalah sumber daya manusia pendukung organisasi yang sangat potensial. Penyatuan mereka dalam suatu wadah terorganisir dimaksudkan untuk mempersatukan segenap potensi, persepsi, dan ukhuwah. Mereka bisa  diolah kembangkan potensi dan kemampuannya  untuk menjadi penggerak aktivitas dalam mencapai tujuan. Mereka adalah pendukung organisasi yang sangat menentukan keberhasilan dalam perjuangan menegakkan dakwah Islamiyah di lingkungan masjid tersebut (Siswanto, 2005:52-54).
Untuk itu perlu adanya sebuah  takmir masjid dengan system manajemen yang baik dalam mengelola dan memakmurkan masjid, agar bisa meningkatkan kualitas pendidikan Islam anggotanya.

c)      Fungsi Masjid
Masjid memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam kehidupan umat Islam, beberapa di antaranya adalah:


ü   Sebagai tempat beribadah
Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridla Allah, maka fungsi Masjid disamping sebagai tempat shalat juga sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.

ü  Sebagai tempat menuntut ilmu
Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan fardlu ‘ain bagi umat Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan di Masjid.

ü  Sebagai tempat pembinaan jama’ah
Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang terkoordinir secara rapi dalam organisasi Ta’mir Masjid dibina keimanan, ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan da’wah islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.

ü  Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan Islam
Masjid merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk menyebarluaskan da’wah islamiyah dan budaya islami. Di Masjid pula direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan da’wah dan kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid, berperan sebagai sentra aktivitas da’wah dan kebudayaan.



ü  Sebagai pusat kaderisasi umat
Sebagai tempat pembinaan jama’ah dan kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah tumbuh hilang berganti. Karena itu pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid maupun Ta’mir Masjid beserta kegiatannya.

ü  Sebagai basis Kebangkitan Umat Islam
Abad ke-lima belas Hijriyah ini telah dicanangkan umat Islam sebagai abad kebangkitan Islam. Umat Islam yang sekian lama tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban dunia berusaha untuk bangkit dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam dikaji dan ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi, politik, budaya, sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk diaplikasikan dan dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan dunia ini dengan nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek kehidupan secara arif bijaksana digulirkan.
ü   Kegiatan dan pengumpulan dana
Masjid juga menjadi tempat kegiatan untuk mengumpulkan dana. Masjid juga sering mengadakan bazar, dimana umat Islam dapat membeli alat-alat ibadah maupun buku-buku Islam. Masjid juga menjadi tempat untuk akad nikah, seperti tempat ibadah agama lainnya. Masjid tanah liat di Djenné, Mali, secara tahunan mengadakan festival untuk merekonstruksi dan membenah ulang masjid[9]
d)     Kegiatan- Kegiatan yang Dilaksanakan Takmir Masjid
·         Pengajian Agama (Majelis Ta’lim)
Majelis ta’lim atau pengajian agama merupakan salah satu sara pendidikan dalam Islam yang sering pula berbentuk halaqah. Diselenggarakan secara berkala dan teratur yang bertujuan uutuk membina dan mengembangkan serta mencerahkan kehidupan (Muliawan, 2005: 161).

·         Taman Pendidikan Al- Qur’an (TPA)
TPA adalah lembaga pendidikan diluar sekolah yang berfungsi sebagai pengajaran dasar-dasar pelaksanaan ibadah dalam agama Islam, oleh sebab itu bersifat ilmiah (Muliawan,2005: 160- 161).
·         Kajian Tahsin Al-Qur’an
Program kajian ini dimaksudkan untuk memperkenalkan al-Qur’an dan bacaannya yang ditujukan bagi para remaja. Digunakan metode-metode praktis dalam belajar membaca al-Qur’an. Melalui sistem kajian dialogis dibawah bimbingan Ustadz, diharapkan peserta dapat membaca al-Qur’an dengan lancar dan benar (tartil) dan mengerti hukum-hukum tajwidnya (Siswanto, 2005: 295- 298).
e)      Fungsi Masjid di Masa Rosulullah
Masjid di masa Rasulullah saw bukan hanya sebagai tempat penyaluran emosi religius semata ia telah dijadikan pusat aktivitas umat. Hal-hal yg dapat direkam sejarah tentang fungsi masjid di antaranya.
Ø Tempat latihan perang.
Rasulullah saw mengizinkan ‘Aisyah menyaksikan dari belakang beliau orang-orang Habasyah berlatih menggunakan tombak mereka di Masjid Rasulullah pada hari raya.
Ø Balai pengobatan tentara muslim yang terluka.[10]
Sa’d bin Mu’adz terluka ketika perang Khandaq maka Rasulullah mendirikan kemah di masjid.
Ø Tempat tinggal sahabat yang dirawat.
Ø Tempat menerima tamu.
Ketika utusan kaum Tsaqif datang kepada Nabi saw beliau menyuruh sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat perjamuan mereka.



Ø Tempat penahanan tawanan perang.[11]
Tsumamah bin Utsalah seorang tawanan perang dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum perkaranya diputuskan.
Ø Pengadilan.
Rasulullah menggunakan masjid sebagai tempat penyelesaian perselisihan di antara para sahabatnya.
Ø Tempat Transit
Selain hal-hal di atas masjid juga merupakan tempat bernaungnya orang asing musafir dan tunawisma. Di masjid mereka mendapatkan makan minum pakaian dan kebutuhan lainnya. Di masjid Rasulullah menyediakan pekerjaan bagi penganggur mengajari yang tidak tahu menolong orang miskin mengajari tentang kesehatan dan kemasyarakatan menginformasikan perkara yang dibutuhkan umat menerima utusan suku-suku dan negara-negara menyiapkan tentara dan mengutus para da’i ke pelosok-pelosok negeri.
Ø Berasaskan Taqwa
Masjid Rasulullah saw adalah masjid yang berasaskan taqwa. Maka jadilah masjid tersebut sebuah tempat menimba ilmu menyucikan jiwa dan raga. Menjadi tempat yang memberikan arti tujuan hidup dan cara-cara meraihnya. Menjadi tempat yang mendahulukan praktek kerja nyata sebelum teori. Sebuah masjid yang telah mengangkat esensi kemanusiaan manusia sebagai hamba terbaik di muka bumi.
Yang lebih strategis lagi, pada zaman Rasul, masjid adalah pusat pengem-bangan masyarakat dimana setiap hari masyarakat berjumpa dan mendengar arahan-arahan dari Rasul tentang berbagai hal, prinsip- prinsip keberagamaan, tentang sistem masyarakat baru, juga ayat-ayat Qur'an yang baru turun. Di dalam masjid pula terjadi interaksi antar pemikiran dan antar karakter manusia. Azan yang dikumandangkan lima kali sehari sangat efektif mempertemukan masyarakat dalam membangun kebersamaan.
Bersamaan dengan perkembangan zaman, terjadi ekses-ekses dimana bisnis dan urusan duniawi lebih dominan dalam pikiran dibanding ibadah meski di dalam masjid, dan hal ini memberikan inspirasi kepada Umar bin khattab untuk membangun fasilitas di dekat masjid, dimana masjid lebih diutamakan untuk hal-hal yang jelas makna ukhrawinya, sementara untuk berbicara tentang hal-hal yang lebih berdimensi duniawi, Umar membuat ruang khusus di samping masjid. Itulah asal usulnya sehinga pada masa sejarah Islam klassik (hingga sekarang), pasar dan sekolahan selalu berada di dekat masjid.
Untuk mengembalikan dan menunaikan risalah masjid seperti dahulu-kala memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Modal utamanya adalah niat yang ikhlas karena Allah kesungguhan dalam bekerja kemauan dalam berusaha serta mau menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Secara umum Allah telah memberikan beberapa kriteria yang amat mendasar yang harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya risalah masjid.
Merupakan satu langkah mundur jika kepengurusan masjid diserahkan kepada orang-orang yang tidak tergolong dalam ayat di atas. Karena itu menggali dan mengkaji kembali perjalanan sejarah masjid-masjid pada masa Rasulullah dan generasi pertama umat Islam adalah jalan terbaik untuk merevitalisasi fungsi masjid. Selanjutnya tidak memilih para pengurus masjid kecuali orang yang dikenal karena ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Islam.
Ramainya jamaah barometer umum makmurnya sebuah masjid Setiap pengurus masjid hendaknya memulai dalam mengembalikan fungsi masjid dgn menggalakkan kegiatan shalat jamaah lima waktu. Hal itu misalnya dengan terlebih dahulu memahamkan pentingnya shalat berjamaah.
Ibnu Mas’ud berkata “Dan tidaklah seorang laki-laki berwudhu kemudian ia membaikkan wudhunya lalu menuju ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah menulis tiap langkah yg ia langkahkan satu kebaikan untuknya dan Allah meninggikannya satu derajat serta menghapuskan satu keburukannya karenanya. Dan sesungguhnya kita telah menyaksikan bahwa tidaklah meninggalkan kecuali seorang munafik yg tampak jelas kemunafikannya. Dan sesungguhnya dahulu ada seorang laki-laki yg dipapah oleh dua orang kemudian ia diberdirikan di dalam shaf”. Dari sini lalu dirutinkan kegiatan ta’lim dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya sehingga lambat laun masjid kembali menjadi pusat pembinaan masyarakat Islam. [12]
Setiap problematika yang mucul perlu diatasi sesuai dengan keadaan dan kemampuan pengurus dan jemaah masjid. Tentu saja tidak semuanya dapat diatasi, tetapi niscaya ada yang dapat diatasi dengan baik dengan mendahulukan yang lebih patut. Problematika yang muncul tidak boleh dibiarkan berlarut sehingga menimbulkan keadaannya semakin parah dan berat. Diantara cara mengatasi problematika yang dihadapi masjid adalah sebagai berikut:
1.      Musyawarah
Dalam mengatasi problematiak masjid, antara pengurus dan jemaah mesjid perlu untuk  senantiasa melakukan musyawarah. Melalui musyawarah ini diharapkan berbagai pemikiran dan pendangan dapat dikemukakan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang baik. Berbagai kegiatan masjid akan berjalan dengan baik dan lancar apabila dimusyawarahkan dan dilaksanakan secara bersama-sama.  
2.      Keterbukaan
Pengurus masjid harus bersifat terbuka dan memiliki keterbukaan. Dengan attitude begini, mereka memiliki kekuatan untuk menggerakan jamaahnya. Jamaah pun akan merasa ikhlas menyumbangkan pemikiran, senang turut melaksanakan berbagai kegiatan, dan terlibat dalam mengatasi problematika masjid.interaksi yang demikian akan memajukan dan memakmurkan masjid. 
3.      Kerja sama
Hubungan dan kerjasama ppengurus dengan jamaah sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai problematika masjid. Tanpa kerjasama masalah tetap tinggal masalah.




BAB III
PAPARAN DATA
A.    Profil Masjid Al Munir

a)      Letak Geografis Masjid Al Munir
Masjid Al Munir bertempat sangat strategis yaitu terletak di desa Kemirigede tepatnya yaitu sebelah selatan dari SDN Kemirigede 1. Luasnya kurang lebih 2 ru          (8 m2). Utara masjid terdapat 1 SD, dan Kantor Desa. Dan sebelah selatan masjid, rumah-rumah warga yang sangat aktif dalam merawat masjid tersebut.
Masjid ini sangat mudah untuk dijangkau para musafir yang ingin melepas lelah dan melakukan ibadah sholat, karena letaknya yang tidak jauh dari jalan raya, yang merupakan jalan utama dari jurusan Doko. Masjid Al Munir juga termasuk salah satu masjid yang memiliki madrasah diniah yang, memiliki kuranng lebih 25 santri dari berbagai kalangan. Diantaranya dari tingkat paud, Hingga SMP.

b)     Sejarah Masjid Al Munir
Sejarah singkat dari Masjid Al Munir ialah sebelum dijadikan masjid, bangunan ini adalah mushola milik Pak Suyitno. Dan Mushola tersebut dibangun pada tahun 70-an. Dahulu muslim di Kemirigede masih minim, kurang lebih hanya 20 orang. Itu pun tidak semua terus aktif dalam kegiatan sholat berjamaah.
Karena perkembangan di daerah ini sangat pesat akhirnya umat muslim di daerah tersebut semakin banyak, hingga akhirnya mushola itu tidak mencukupi untuk menampung warga.
Suatu saat Bpk Sutaji memiliki inisiatif menjadikan mushola sebagai masjid, akan tetapi beliau bimbang dalam desa tersebut sudah ada 1 masjid, dan pada dasarnya dalam satu desa tidak boleh mendirikan 2 masjid. Akhirnya beliau pergi ke rumah Bpk Mudzofir dimana beliaulah ketua takmir dari sebuah masjid yang bernama Baitussalam.
Pernah ada sedikit konflik antara Bpk Mudzofir dan Bpk Sutaji tentang pendirian masjid Al Munir, akan tetapi konflik tersebut di siasati oleh Bpk Sutaji, dimana sebelum beliau menemui Bpk Mudzofir (Ketua takmir Baitussallam) Bpk Sutaji berunding dahulu dengan masyarakat, dimana isi perundingan itu antara lain ialah menanyakan bahwasanya jika mushola ini di rehab menjadi masjid, apakah masyarakat setempat tetap melakukan sholat di situ atau tidak. Setelah dirundingkan, masyarakat setempat mnyetujui adanya rehab mushola menjadi masjid.
Setelah beliau mendapatkan keputusan tersebut, Bpk Sutaji pun berkunjung ke rumah Bpk Mudzofir, bahwasanya masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah masjid Al Munir  menyetujui adanya rehabilitasi mushola ke masjid dengan alasan, jika melaksanakan sholat jum’at atau sholat maktubah di masjid Bpk Mudzofir terlalu jauh. Akhirnya beliau Bpk Mudzofir menyetujui adanya masjid 1 lagi yaitu masjid Al Munir.
Mendengar keputusan hangat tersebut Bpk Sutaji langsung merehabilitasi mushola menjadi masjid pada tahun 2002 an. Sedangkan konsumsi di gilir dari rumah warga yang terdekat dan memintakan sumbangan seikhlasya dari warga-warga lain terutama warga-warga yang bekerja di Luar Kota.
Setelah mempunyai beberapa dana yang sekira beliau rasa cukup, akhirnya beliau sedikit demi sedikit merealisasikannya sampai masjid tersebut bagus seperti ini, akhirnya Bpk Suyitno pun mewaqafkan Mushola yang sekarang menjadi Masjid Al Munir.
Bukan hanya itu, karena senangnya Bpk Suyitno menerima bahwasanya musholanya berubah menjadi masjid, akhirnya beliau juga mewaqofkan sebagian tanahnya untuk parkir dan halaman masjid.
Dan baru baru ini, Bpk Sutaji baru saj merealisasikan secukupnya dana untuk mengkramik bagian dalam masjid. Yang akhirnya masjid tersebat terlihat sangat aktif dan megah. Bagian luar atau serambi luarnya pun di beri pagar besi bewarna hitam.
Akhirnya bagian luar masjid atau serambi digunakan untuk pelaksanaan Madrasah diniah atai bisa di sebut sekolah sore.

c)      Struktur Kepengurusan

Pelindung        : Kepala Desa Kemirigede
Penasehat        : Bpk Sujoko
Ketua              : Bpk Supandi
Wakil               : Bpk Romadlon
Sekretaris        : Bpk Widodo
Bendahara I    : Bpk Sutaji
Bendahara II   : Bpk Syahri

Seksi-seksi      
            Pendidikan      : Bpk Nur Rohim
Humas             : Masyarakat
Perlengkapan   : Bpk Sutaji
Kebersihan      : Masyarakat
Dakwah           : Bpk Imam Supandi
Sosial               : Bpk Rianto









d)     Inventaris Masjid

Inventaries Masjid Al Munir, di antaranya
No
Banyak
Bentuk Inventaris
1
1
Plang Struktur Kepengurusan
2
1
Jadwal Sholat 5 Waktu
3
1
Jam Dinding
4
1
Mimbar Kuthbah
5
1
Toilet
6
1
Son Sistem Lengkap
7
2
Satir Pemisah
8
5
Bangku Pendek
9
7
Mukena
10
7
Sajadah


e)      Kegiatan Rutin Masjid.
Dalam pelaksanaan kegiatan rutin sholat maktubah berjamaah dan sholat jum’at, masjid Al Munir memiliki jadwal tersendiri, berikut akan menjelaskan jadwal imam sholat maktubah :

Waktu
Isya’
Subuh
Dluhur
Asar
Maghrib
Imam Sholat
Bpk Supandi
Bpk Supandi
Bpk Sutaji
Bpk Nur Rohim
Bpk Supandi



            Dan berikut jadwal Sholat Jum’at :

Hari
Khotib dan Imam
Muadzin
Jum’at Legi
Bpk Widodo
Bpk Didik
Jum’at Pahing
Bpk Nur Rohim
Bpk Jaidi
Jum’at Pon
Bpk Moh Supandi
Bpk Sugiono
Jum’at Wage
Bpk Romadlon
Bpk Suyitno
Jum’at Kliwon
Bpk Sayuri
Bpk Mariono


B.     Problematika Kasus
Dalam observasi dan wawancara secara garis besar masjid Al Munir termasuk kategori bangunan baru. Maka dari itu banyak problem yang terjadi seperti struktur kepengurusan yang ada di masjid Al Munir Kemirigede. Dalam point bendahara, sekretaris, sarana dan prasarana masih di pegang 1 orang.
Belum ada pembagian tetap dalam struktur organisasi, akan tetapi kenyataanya struktur secara kasap mata sudah tertata, Cuma pelaksanaanya yang belum teratur. Mungkin juga karena bangunan ini termasuk yang pertama, oleh karena itu kurang kesadarannya remaaja masjid sangat kurang.
Perbincangan tim peneliti dengan salah seorang pengurus sebagai berikut :
Tim : “pak, ngapunten badhe tumut-tumut tangklet struktur masjid al-munir meniko kados pundi nggeh  ?”(pak maaf mau bertanya struktur masjid ini bagaimana ya?)  jawab dari beliau Bpk Sutaji (salah satu pelopor) : “ yo ngene mas, mergo kene iki masjid termasuk bangunan anyar dadi pengurus pengurus e yo durung pati mahir, akhire bendahara, sekretaris, ngopeni lampu-lampu pedot yo aaku mas-mas, lha pie neh. Tur nganu mas, aq ki yo seng nguprak-nguprak remaja masjid tak kongkoni nandangi opo-opo seng aq ora iso !”(ya begini sajalah mas, karena masjid ini termasuk masih baru jadi pengurus-pengurus masih belum memiliki pengalaman. Akhirnya bendahara, sekretaris, mengganti lampu-lampu yang mati ya saya mas-mas, ya mau bagaimana lagi. Dan begini lo mas, saya itu juga yang mendidik remaja sini untuk ikut membantu jika saya ada kesulitan). Dari tim penelitipun juga terus menggali informasi, tim menanyakan “ lajeng ningali kahanan ingkang kados mekaten, sikap sak lajengipun dos pundi pak ji ?”(kemudian dari keadaan masjid yang seperti ini, sikap selanjutnya bagaimana pak ji?) kemudian Bpk Sutaji menjawab “yooo, ngene ae mas jane umpomo o teko cah kkn enek seng gellem rabi oleh kene yo kepengurusan iso maleh toto mas !”(yaa, begini saja mas seumpama dari mahasiswa kkn ada yang mau menikah di sini ya kepengurusannya bisa tertata!) canda beliau, “ yo nggak  ngnu mas guyonn. Yoo, dilakoni aee mas, seng penting masjid kene wes rame nko lak yo toto dewe, wong jenenge angele babad ki yo ngene, kabeh urung tau ngurusi masjid. Iki aee, wes nggak sepiro di banding taon taon seng wingii !”(ya, tidak seperti itu mas bercanda. Yaa, dijalanin saja mas, memang sulitnya sesuatu yang baru ya seperti ini, semuanya belum pernah mengenal bagaimana menjadi takmir atau pengurus masjid. Ini saja nggak seberapa di banding tahun tahun yang lalu!) sahut beliau. Beliau juga menambahkan “mas, aku ki bien ki ra ngerti opo-opo. Lawongno lo yo diwulang guru ku ki ndak paham, tapi kunci ku sitok mas, aku iso ndadekne uwong neng daerah kene. Jarene kae ngelmu sing luweh apik iku ilmu seng hal utowo ngelmu seng langsung. Nah makakne, aq pinter utowo ora nggak penteng, seng penteng generasi peneros kku pinter”!(mas, saya itu dulu tidak tau apa-apa. Yang namanya di beri suatu pelajaran guru saya tidak faham, tapi 1 mas rumusnya, saya harus bisa menjadikan generasi daerah sini. Katanya, dulu ilmu yang lebih baik yaitu ilmu yang langsung dari lapangan. Maka dari itu, saya pintar atau tidak bukan termasuk wajib, yang terpenting generasi penerusku bisa lebih pintar dari saya).
Jadi permasalahan yang terjadi di masjid Kemirigede ini bukan lain hanyalah suatu pengalaman. Karena masih bangunan baru, maka mereka masih terasa asing. Belum tau apa yang harus dilakukan.
Meskipun mengkoordinir semua kepengurusan, beliau tetap mengikutsertakan remaja masjid untuk ikut dengan beliau, agar kader atau generasi penerusnya tetap ada. Karena beliau merasakan, bahwasanya masjid dan sekitarmya akan terus meningkat.
Semangat 45 yang dimiliki pengurus Masjid Al Munir, sangatlah bagus. Beliau-beliau benar-benar memberi suatu pembelajaran terpenting dalam mencari kader untuk Takmir yang benar-benar menguasai tentang beberapa hal yang berkaitan dengan ketakmiran. 


















BAB IV
ANALISA PERMASALAHAN

Takmir Masjid adalah sekumpulan orang yang mempunyai kewajiban memakmurkan masjid. Takmir masjid sebenarnya telah bermakna kepengurusan masjid, namun tidak salah bila kita menyebut “Pengurus Takmir Masjid”. Firman Allah : “Sesungguhnya orang-orang yang memakmurkan masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat dan  tidak takut kecuali hanya kepada Allah. Karena itu semoga mereka termasuk orang-orang yang mendapat hidayah“. (QS. At-Taubah : 18). Berikut kami sampaikan beberapa hal yang dapat dijadikan bahan renungan para Takmir di dalam melaksanakan tugas ketakmirannya.[13] Struktur takmir masjid LTM NU adalah harus terdapat ketua, wakil ketua, bendahara, sekretaris, idarah, imarah, dan riayah, Idarah membawahi bidang administrasi dan organisasi.Imarah membawahi bidang pendidikan, dakwah, ibadah, dan kesehatan. Dan riayah membawahi bidang pembangunan, perlengkapan, dan usaha.
Dalam segi kepengurusan masjid Al Munir, sudah sesuai dengan apakah yang dinamakan takmir. Dalam segi bendahara, sekretris, dan sarana prasarana sudah tertata dengan baik.
Masjid Al munir memiliki sarana prasarana yang sudah lumayan lengkap. Di dalamnya sudah ada waktu sholat, struktur kepengurusan, serta alat pengeras.
Dalam segi fungsi, masjid Al Munir sudah terlaksana, yaitu digunakan sebagai Pendidikan Madrasah Diniah atau biasa disebut MADIN. Dengan metode ustmani yang kental dipakai oleh santri putra dan santri putri Al Munir. Madin ini, sudah bertahun-tahun berdiri, dan dari tehun ke tahun santrinya bertambah karena kebersihan dan keasrian masjid Al Munir dijaga oleh masyarakat sekitar.
Cuma dalam segi kepengurusan masjid Al munir belum tertata rapi, karena beberapa hal diantaranya masih barunya bangunan ini, akan tetapi sudah bisa dikatakan baik.
Dan pada setiap Jum’at Kliwon masjid Al Munir juga mendapat gilir untuk acara pembacaan Sholawat Diba’ setiap jum’at pahing. Hal ini menunjukkan meskipun struktur kepengurusannya belum tertata, masjid Al Munir bisa menyetarakan kedudukannya sebagai masjid yang aktif untuk memajukan Kebangkitan islam.
Di masjid Al Munir juga sebagai pengumpul dana dari jamaah yasin. Jadi, pada saat ada acara yasinan (membaca surat Yasin dan Tahlil), jika memiliki uang khas dari acara tersebut uangnya masuk ke masjid Al Munir sebagian, yang nantinya akan di jadikan untuk pembangunan masjid atau pembenahan sarana dan prasarana yang kurang memadai.
Dalam bidang sosialpun bisa terlaksana, yaitu melalui Sholat berjamaah. Akhirnya masyarakat sekitar bisa saling mengenal satu sama lain melalui partisipasi shalat maktubah berjama’ah. Tidak hanya sholat maktubah berjamaah yang meningkatkan sikap saling mengenal, akan tetapi juga jam’iyyah-jam’iyyah lainnya, seperti yasinan, berjanji, diba’an (pembacaan sholawat diba’), dan pelaksanaan Madrasah Diniah.
Secara analisis dapat di petakan bahwasanya masjid Al Munir ini memang memiliki suatu permasalahan yaitu kurang efektif dikarenakan barunya suatu bangunan. Sedangkan masalah kurang aktifnya masyarakat sekitar hanyalah sebuah keumuman saja, yaitu kurangnya pengalaman untuk merawat sebuah bangunan baru. Dan pada akhirnya nanti, ke nonaktifan masjid Al Munir tidak akan bertahan lama, dan akhirnya masjid ini akan aktif, sama seperti masjid-masjid aktif lainnya.
           




BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada intinya masjid Al Munir, memang belum terlalu aktif dikarenakan suatu bangunan yang masih sangat baru, dan kurangnya pengalaman dari masyarakat setempat untuk merawat masjid tersebut.
Meskipun Masjid AL Munir belum sesempurna mungkin, akan tetapi kegiatan kegiatan yang ada di bawah naungan Al Munir memperlihatkan bahwasanya masjid tersebut benar-benar berkompetensi tinggi.
Masyarakat sekitar pun, juga antusias untuk benar-benar menjaga dan merawat masjid tersebut, agar keasrian, dan kebersihan masjid demi membangkitkan rasa semangat warga untuk sama-sama berbondong menuju kemenangan yakni agama islam yang kental.
Termasuk salah satu cara agar masjid Al munir terlihat sangat ramai adalah kegiatan Madrasah Diniah yang berada di lokasi tersebut, dimana kegiatan ini dimulai jam 14.35, sampai jam 16.35. masyarakat setempat juga penuh antusias dengan kegiatan tersebut.

B.     Rekomendasi
v     Dalam pemeliharaan (riayah) masjid tidak hanya kecakapan pengurus tamir masjid yang diperlukan,akan tetapi kelengkapan sarana dan prasaraa yang memadai ikut andil dalam menyukseskan memakmurkan masjid. Para tamir masjid harus bisa berperan sebagai pendorong/memotivator para donatur dan para dermawan untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk memakmurkan masjid dalam pengadaan sarana dan prasarana, selain itu perlu partisipasi dari pemerintah desa dalam mengalokasikan sebagian anggaran pendapatan daerah untuk kegiatan keagamaan agar dimata masyarakat pemerintah desa juga ikut andil dalam memakmurkan masjid AL Munir
v     Sarana dan prasarana yang memadai juga tidak menjamin mendomiasi kemakmuran masjid tanpa adanya kecakapan pengurus ta’mir dalam mengelola masjidnya. Harus ada semacam survey/ kunjungan LTM NU (Lembaga Tamir Masjid Nahdlatul Ulama’) Kab. Blitar  ke ranting-ranting NU seluruh Kecamatan Kesamben untuk mengetahui, membantu menyelesaikan permasalahan yang timbul di masjid-masjid yang ada dibawah naungannya, sekaligus memberikan pelatihan, pengkaderan pengurus tamir.
v    Banyak kegiatan masyarakat dan yang bersifat sosial cenderung sedikit yang diadakan di masjid-masjid, masjid hanya pusat kegiatan keagamaan saja, untuk mengembalikan fungsi masjid sebagai mana masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin masih hidup harus adanya kerja sama diantara semua elemen masyarakat, yaitu pemerintah, ormas-ormas islam, dan jamaah. Bagaimana kecakapan pengurus tamir dalam mendaya gunakan potensi masjid yang dikelola sebagai  pusat kegiatan keagamaan, sosial kemasyarakatan dalam mewujudkan izzul islam wal muslimin.
v     Dari hasil survei/ kunjungan ke ranting ranting NU akan didapat data yang akurat masjid mana saja yang belum ikut dalam LTM NU, keikutsertaan dalam LTM NU sangat penting dalam perjalanan sebuah masjid, agar masyarakat tahu masjid tersebut diamalkan ajaran yang berlandaskan ajaran ASWAJA atau tidak. Jadi koordinasi antara pengurus tamir masjid dengan LTM NU sangat penting.
v     Pengurus bisa aktif. Adanya tanggung jawab terhadap tugas yang
telah diberikan. Semua pengurus takmir diharapkan mempunyai
rasa tanggung jawab dalam berorganisasi. Misalnya  seorang yang
duduk di seksi usaha dana siap siaga dalam hal pencarian dana
masjid sehingga pemasukan kas masjid bisa maksimal.
v     Pengurus takmir mengetahui terkait manajemen masjid yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, evaluasi,
dan administrasi.
v     Pengurus takmir mengetahui tentang fungsi-fungsi masjid yang
ideal.
v     Pengurus takmir mengetahui tugas pokok dan fungsinya sebagai
pengurus.
v     Takmir bisa mencari pemasukan dana guna operasional kegiatan
masjid.

v     Maksimalnya kegiatan ketakmiran, misalnya diadakannya
pengajian dalam rangka Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)
setiap tahunnya.


























DAFTAR PUSTAKA
ü   Dey Ian, Qualitative Data Analysis, (New York: RNY, 1995), hlm.
ü   Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2010),
ü   Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: AlfaBeta, 2012), hlm. 89
ü   Muhammad E. Ayub,. 2007. Manajemen Masjid. Jakarta: GemaInsani
ü   Yani Ahmad, 2009, Panduan Memakmurkan Masjid, Jakarta : Al qalam.


[1] Pengacara Publik LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa : Panduan Participatory Action Reseacrh
[2] http : www.jejaringmudakatolik.web.id (di akses pada tanggal 24 agustus 2016 jam 00.16)
[3] Ian Dey, Qualitative Data Analysis, (New York: RNY, 1995), hlm. 30
[4]Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2010), hlm. 92
[5] Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: AlfaBeta, 2012), hlm. 89
[6] http://muflichana.blogspot.co.id/2015/05/makalah-teknik-analisis-data.html (di akses pada tanggal 24 Agustus 2016 jam 00.30)
[7] https://kuaimogiri.wordpress.com/2012/01/16/peran-dan-fungsi-takmir-masjid/
[9] https://islamislami.com/2015/11/27/masjid-tempat-ibadah-umat-muslim/ (Di akses Tanggal 30 september 2016 jam 00.56)
[10] Ahmad Yani, 2009, Panduan Memakmurkan Masjid, Jakarta : Al qalam. Hlm. 44.
[11] Budiman Mustofa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar